Senin, 01 Agustus 2011

Surat untuk Lionel Messi


Aku menulis surat ini karena aku tak tau ke mana lagi aku harus menumpahkan kekagumanku padamu. Kekagumanku sudah kutuangkan di akun Facebook ku. Bahkan kutuangkan pula lewat pesan singkat yang kukirimkan pada sahabat-sahabatku. Sungguh, aku kagum melihat gaya permainanmu. Saat aku menyaksikan laga final itu, kau menyihirku dengan sentuhan magismu.
Messi, wajar ku kira bila banyak orang menyebutmu legenda. Tentu, siapapun sepakat bila kau memang fenomenal dalam sepak bola. Paling tidak, kau sudah menunjukkan itu dalam laga final itu. Apa yang telah kau tunjukkan dengan gocekan mautmu, sudah cukup membuatku menyebutmu sebagai “tuhan” dalam sepak bola. Mungkin terlalu berlebihan. Tapi apa yang telah kau tunjukkan, sudah cukup untuk memaksaku memberimu gelar itu.
Selain memang skill sepak bolamu yang menawan, ada sisi lain yang membuatku semakin mengagumimu. Kau tak hanya memiliki magic dalam sepak bola, tapi juga melengkapinya dengan kepribadian yang sempurna. Kau menawan di dalam dan di luar lapangan. Apakah aku berlebihan? Semoga saja tidak!. Terserah orang mau berkata apa tentang suratku ini. Tapi yang jelas, saat ini, aku benar-benar kagum padamu.
Messi, melihat peringaimu, membuatku menyimpulkan sesuatu untukmu. Di mataku, kau adalah seorang Muslim akhlaqi. Istilah itu aku ciptakan setelah aku melihat kepribadianmu yang hampir bisa dikatakan sempurna. Bila tak berlebihan mungkin kau bisa disebut manusia sempurna (al-Insan al-Kamil) dalam sepak bola. Messi,  Muslim akhlaqi adalah identitas yang aku ciptakan untuk orang-orang yang aku anggap mempunyai perilaku dan kepribadian yang baik. Sikapmu pada lawan, sikapmu pada teman, dan responmu ketika disakiti defender lawan, sudah cukup membuatku menyebutmu sebagai seseorang yang berkepribadian muslim (muslim akhlaqi). Semoga itu tak berlebihan.
Apa yang telah kau tunjukkan pada dunia akan menjadi pelajaran berharga. Dalam sepak bola, skill bukanlah satu-satunya. Lebih dari itu, kepribadian adalah hal yang paling berharga. Dan kau mempunyai kedua-duanya. Tak ada alasan bagiku untuk tak menyebutmu sebagai pesepakbola sempurna. Bahkan bila tak berlebihan, aku ingin menyebutmu sebagai “tuhan “ dalam sepak bola. Saat ini, kau memang telah menjelma sebagai “tuhan” sepak bola sejati. Kau bisa mengatur semaumu bola yang ada di kakimu. Seakan-akan bola itu berada dalam kendalimu. Bila demikian kenyataannya, tak pantaskah aku menyebutmu sebagai “tuhan” sepak bola sejati? Bila iya, akulah pemuja pertamamu.
Messi, selain dijuluki “tuhan” sepak bola, banyak juga orang-orang yang menyebutmu sebagai pesulap. Kau pesulap sejati yang bisa memerintah bola semaumu. Daya magis yang kau punya, cukup untuk membuat orang terkesima. Liak-liukmu saat menggiring bola, cukup untuk membuat penari terpana. Apa yang kau punya, adalah anugerah dari Tuhan yang sebenarnya. Mungkin, seumur hidupku, aku tak akan melihat pesepakbola sepertimu. Sampai saat ini, aku bangga bisa menyaksikan aksi-aksi magismu. Dan aku berjanji untuk selalu setia menjadi pemujamu.
Bila aku harus memilih antara menyebutmu sebagai “tuhan” atau pesulap, tentu aku menyebutmu sebagai “tuhan”. Dan aku punya alasan untuk itu. Tak perlu kau bertanya mengapa aku terlalu berlebihan memujamu. Dalam sepak bola, mengagumi seorang pemain bisa melebihi kekaguman seseorang atas kekasihnya. Bila tak berlebihan, aku akan menyebut kekagumanku sebagai kekaguman buta seorang pencinta.   
Mengapa aku menyebutmu sebagai “tuhan” sepak bola? “tuhan” sepak bola tentu berbeda dengan Tuhan alam semesta. Ungkapan “tuhan” sepak bola hanyalah ungkapan kekaguman seorang pecinta bola sepertiku. Tak perlu kau merasa menyaingi Tuhan yang kau percayai dalam hatimu. Karena bagaimana pun, antara kau dan Tuhan dalam hatimu tetaplah berbeda. Apa yang kau punya adalah anugerah dari Tuhan yang kau percayai. Dan aku harap, kau akan menjaga anugerah itu dengan akhlak terpujimu.
Messi, dalam salah satu paragraf suratku di atas, aku menyebutmu sebagai seorang muslim akhlaqi. Tentu, kata muslim dalam kalimat itu tak sama dengan istilah muslim yang melekat padaku. Muslim yang melekat padaku adalah Muslim imany, yakni muslim keyakinan (teologis) yang mengikat hati dan otakku. Aku tau, secara teologis keyakinan kita berbeda. Namun, secara sosial, kita diikat oleh nilai primordial berupa keyakinan untuk selalu mempunyai kepribadian yang baik. Aku tak berharap kau menjadi seorang Muslim imany, cukuplah kau mempertahankan kepribadianmu agar aku bisa selalu menyebutmu sebagai muslim akhlaqi yang aku kagumi.
Rasanya, dalam surat ini aku perlu menyertakan komentar orang-orang tentangmu. Bukan karena apa. Aku hanya ingin dirimu tau bila tak hanya aku yang mengagumimu. Coba kau baca komentar Alex Ferguson ini: “Barca benar-benar menyihir kita dengan operan-operan mereka dan kami tidak mampu mengendalikan seorang Messi.”. Ungkapan jujur Ferguson adalah sedikit bukti bila pelatih hebat seperti dia juga mengakui kehebatanmu. Bukankah Ferguson mempunyai defender hebat sekelas Ferdinand dan Vidic? Namun, yang perlu kamu tau, Ferguson pun mengakui bila mereka berdua tak mampu “menjinakkanmu”.
Messi, baca juga komentar pelatihmu, Pep Guardiola. Dalam salah satu wawancaranya, Guardiola berucap, “Messi pemain terbaik yang pernah saya lihat dan mungkin pemain terbaik yang akan saya temui. Kami punya pemain-pemain hebat, tetapi dia membuat perbedaan dan tanpa dia kami tak akan memiliki kualitas permainan seistimewa itu. Dia pemain unik.”. Pengakuan Guardiola bahwa dirimu adalah sosok pemain unik dan berbeda dari yang lain, cukup untuk membuatku semakin yakin bahwa dirimu memang sempurna dan pantas dianggap “tuhan” dalam sepak bola. Pep, dengan jujurnya, menganggapmu berbeda dengan yang lain. Dan perbedaan itulah yang membuatmu lebih spesial.
Bila dua komentar tadi kurang, biarkan aku menambahnya dengan komentar salah satu media ternama Inggris, The Sun namanya. Dengan jujur media besar itu menulis, “87.695 orang mendapatkan kehormatan menyaksikan salah satu penampilan terbaik yang pernah ada di final Liga Champion dan mungkin pemain terbesar yang pernah bermain di sana dalam diri Lionel Messi.”. Tanpa mengurangi kontribusi pemain lain yang hebat-hebat, The Sun menjulukimu sebagai pemain terbesar yang bermain di final itu. Bila media sekelas The Sun saja begitu mengagumimu, apalagi aku?!.
Inilah surat singkat yang aku tulis khusus untukmu. Surat yang berisi kekaguman sempurna yang lahir setelah menyaksikan aksi pesepakbola yang sempurna. Semua yang tertulis dalam surat ini murni suara hati yang lahir setelah aku beberapa kali menyaksikan aksimu. Semoga surat ini mewakili segala kekagumanku padamu. Bila tidak, aku harap kekagumanku akan tersampaikan memalui angin malam Indonesia. Dan angin itu akan membawa kekagumanku padamu di sana.
Messi, satu kata untukmu: sempurna!.
Dari aku,
Pemujamu!. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar