Senin, 01 Agustus 2011

Khutbah Antikorupsi


Korupsi selalu menarik untuk diperbincangkan. Tak terhitung sudah berapa banyak tulisan yang mengulas masalah ini. Dari yang menggunakan perspektif hukum, agama, sosial, hingga budaya. Kesimpulan dari berbagai macam tulisan itu hanya satu: korupsi sangat berbahaya.
Di Indonesia sendiri korupsi bisa dikatakan sudah membudaya. Bahkan korupsi sudah menjadi virus mematikan yang menyebar ke berbagai elemen bangsa. Dari korupsi kelas kakap ratusan milyar, hingga korupsi kelas teri berupa pungli di jalanan. Ironis memang, mengapa bangsa yang semua penduduknya kaum beragama malah terjerembab ke jurang memalukan itu?
Tentu jawaban dari pernyataan di atas tak sesederhana yang kita bayangkan. Banyak faktor mengapa korupsi di Indonesia sudah membudaya dan sulit dihilangkan. Mulai dari penegak hukumnya yang tak serius bekerja untuk memberantas korupsi, hingga mental dan keimanan mereka yang gampang terbujuk oleh harta. Tengok saja kasus-kasus korupsi yang banyak terjadi. Bukankah mayoritas koruptor terdiri dari orang-orang berpendidikan tinggi, beragama, bahkan juga banyak yang berprofesi sebagai penegak hukum.
Melihat kenyataan ini, hati saya bertanya-tanya. Mengapa korupsi begitu sulit hilang dari Indonesia? Padahal, secara yuridis-formal, Indonesia sudah punya Undang-undang khusus yang bisa dijadikan payung dalam membersihkan korupsi dari negeri ini. Namun apa daya, Undang-undang yang ada terkadang hanya menjadi pajangan. Keberadaan Undang-undang tak membuat koruptor jera.
Yang lebih memprihatinkan lagi ternyata banyak koruptor di Indonesia yang beragama Islam. Padahal, secara tegas Islam mengajarkan bahwa mengambil hak orang lain termasuk dalam kategori dosa besar. Mencuri saja dalam Islam bisa dipotong tangan, apalagi mengambil hak rakyat banyak? Tentu saja secara agama perbuatan itu tak bisa dibenarkan. Dan tentunya kita sebagai umat Islam juga ikut bertanggungjawab untuk mencari solusi dari probelem korupsi ini. Karena bagaimana pun, memberantas korupsi bukan hanya menjadi tugas pemerintah saja. Kita, umat Islam juga berkewajiban untuk turut serta menyadarkan saudara seiman yang masih terbelenggu dalam lingkaran setan itu.
 Khutbah Jum’at antikorupsi
Bagi masyarakat muslim, Jum’at merupakan hari istimewa. Jum’at menjadi istimewa karena ia dijuluki sebagai tuannya hari (sayyidul ayyam). Pada hari Jum’at lah momentum umat Islam berkumpul untuk melaksanakan ibadah bersama. Hari Jum’at disediakan oleh Allah tak lain bertujuan agar umat Islam mempunyai waktu untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan yang lain setelah untuk beberapa hari sebelumnya sibuk mencari kehidupan dunia. Jum’at menjadi momentum tepat untuk menumpahkan segala bentuk uneg-uneg dalam diri.
Selain itu, Jum’at juga menjadi medium tepat untuk berintrospeksi diri. Makanya, dalam setiap Jum’at selalu ada waktu untuk saling mengingatkan (tawashaw bil haq wa tawashaw bis-sabr), yakni berupa khutbah yang disampaikan sebelum melaksanakan shalat bersama. Keberadaan khutbah sangat penting, selain karena sebagai rukun, khutbah juga menjadi media paling efektif untuk saling mengingatkan.
Oleh karena itu, saya kira perlu untuk mengoptimalisasikan peranan khutbah Jum’at dalam rangka menguarai problematika yang sedang melilit bangsa, termasuk korupsi. Dalam beberapa kesempatan shalat Jum’at yang saya ikuti di berbagai tempat, mayoritas tema yang disampaikan Khatib cenderung “melangit”. Saya sebut melangit karena tema-tema khutbah yang mereka tawarkan hanya menyentuh dimensi akhirat an sich.  Sementara untuk problem sosial yang sedang melilit bangsa jarang atau bahkan tidak pernah disentuh.
Terlalu sayang rasanya bila khutbah Jum’at hanya menyentuh dimensi akhirat semata. Padahal, bila khutbah Jum’at bisa dioptimalisasikan sebagai media pendidikan antikorupsi mungkin akan sangat bermanfaat. Bayangkan, ada ratusan bahkan mungkin ribuan jamaah yang akan mendapatkan pendidikan antikorupsi sejak dini. Bagi saya, dengan menjadikan antikorupsi sebagai tema khutbah, akan sangat membantu dalam pemberantasan korupsi, utamanya sebagai langkah prefentif. Bila Undang-undang hanya menjaga dan mengatur saat korupsi terjadi, maka khutbah antikorupsi akan menjaga sejak dini.
Untuk itu, sudah saatnya pemerintah melibatkan Khatib-khatib Jum’at di berbagai daerah dalam memberantas korupsi dari negeri ini. Berilah mereka pelatihan dan pendidikan antikorupsi, untuk kemudian mereka sampaikan di khutbah Jum’at tempat mereka berasal. Mungkin, dengan cara sederhana ini, kesadaran antikorupsi bisa mereka tularkan ke jamaah mereka. Bila ini yang terjadi, maka percayalah tak lama lagi korupsi akan hilang dari Indonesia kita tercinta.    
Sekarang, yang kita tunggu hanyalah keseriusan pemerintah. Sejauh mana pemerintah berkomitmen untuk memberantas korupsi. Dan satu hal yang perlu menjadi catatan, hanya dengan melibatkan semua pihak pemberantasan korupsi berjalan dengan sukses. Pemerintah tak bisa mengandalkan penegak hukumnya semata. Karena kenyataanya, ternyata di lembaga penegak hukum lah lumbung praktek korupsi berada.
Melibatkan khatib Jum’at adalah cara yang bisa ditempuh. Apalagi saat ini masyarakat banyak yang frustasi melihat kenyataan pemberantasan korupsi yang cenderung setengah hati. Siapa tau, dengan melibatkan khatib Jum’at di berbagai daerah, kesadaran antikorupsi akan menjadi kesadaran bersama yang termanifestasikan melalui perlawanan terhadap korupsi dari unsur terbawah: rakyat.
Semoga korupsi bisa segera hilang dari bumi pertiwi!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar