Senin, 01 Agustus 2011

Terorisme, Radikalisme dan Rehabilitasi Ideologi


Akhir-akhir ini, isu terorisme mulai hilang dari perbincangan masyarakat. Isu utama yang sedang memanas adalah skandal korupsi yang melibatkan para elit politik kita. Lalu, apakah benar terorisme sudah hilang dari negeri ini? Tak ada yang bisa menjawab dengan pasti. Namun yang perlu menjadi catatan, meski tak ada aksi teror yang terjadi, terorisme tak bisa disimpulkan telah musnah. Perlu dipahami bila jaringan terorisme di Indonesia sudah kuat dan mengakar, bahkan jaringannya sudah menyebar hampir ke berbagai daerah di Indonesia. Tak mungkin rasanya bila ketiadaan aksi teror dijadikan indikator dalam mengambil kesimpulan bila terorisme sudah benar-benar musnah.
Belakangan, ketiadaan aksi teror memungkinkan dua hal. Pertama, teroris sengaja berdiam diri untuk menyusun kekuatan yang lebih besar. Harus diakui semenjak banyaknya tokoh-tokoh sentral teroris yang dilumpuhkan oleh Densus 88, kekuatan teroris di Indonesia mulai berkurang. Masa diam teroris bisa saja dijadikan sebagai masa perekrutan jaringan baru untuk melakukan aksi yang lebih besar ketika negara ini benar-benar lengah. Kedua, keberadaan terorisme di Indonesia benar-benar sudah musnah. Tapi kemungkinan yang kedua ini sangat kecil. Penulis lebih sepakat bila ketiadaan aksi teror tak lain hanyalah upaya pelaku terorisme membangun jaringan dan kekuatan yang lebih besar. Untuk itu, momen ketiadaan aksi teror ini mesti dimanfaatkan oleh aparat keamanan untuk menelusuri keberadaan sisa-sisa pelaku terorisme. Penumpasan teroris sampai ke akarnya perlu dilakukan untuk mencegah kekuatan teroris yang lebih besar. Jangan sampai aksi teror penyanderaan gereja sebagaimana yang terjadi di Irak terjadi di Indonesia.   
Memusnahkan terorisme dari negeri ini mesti dilakukan melalui dua cara. Pertama, melalui kekerasan yang dilakukan aparat keamanan. Kedua, melalui dialog yang melibatkan tokoh-tokoh agama. Dan, untuk memusnahkan terorisme sampai ke akar-akarnya, kita mesti meneliti akar historis keberadaan terorisme di negeri ini. Bila ditelisik lebih jauh, akar terorisme di Indonesia adalah adanya pengaruh yang luar biasa dari ideologi trans-nasional. Ideologi semacam ini bisa dikatakan sebagai awal lahirnya radikalisme beragama. Radikalisme bila dibiarkan hidup berlama-lama dalam otak akan menjadi ideologi yang sulit untuk dihilangkan. Dari berbagai tersangka terorisme yang ada, mayoritas dari mereka adalah alumnus pelatihan camp militer. Tujuan mereka satu: menciptakan negara Islam dunia.
Dari tujuan itu kemudian timbul pemahaman bila negara yang tak memberlakukan hukum Allah sebagai undang-undang, maka negara tersebut bisa dikategorikan sebagai negara kafir dan halal dimusnahkan. Dan dalam persepsi mereka, Indonesia termasuk salah satu negara kafir yang wajib diperangi.
Perlu Pelurusan Ideologi
Selama ini, usaha memberantas terorisme di Indonesia bisa dibilang kurang maksimal. Meski sudah dibuat undang-undang khusus terorisme, namun hal itu belum bisa membuat para teroris jera. Terbukti dari sekian banyak pelaku terorisme yang ditembak mati, mayoritas mereka pernah dipenjara sebelumnya. Kegagalan ini mengindikasikan bila memberantas terorisme tak cukup hanya dengan penjara semata. Perlu dilakukan langkah-langkah lain utamanya yang bersinggungan langsung dengan pemahaman (ideologi). Langkah ini sangat penting untuk membersihkan pemahaman eksklusif yang selama ini bersarang di otak mereka. Karena sudah menjadi ideologi, menghilangkannya pun harus menggunakan ideologi (kontra-ideologi). Kontra-Ideologi di sini berarti mencoba mempertemukan pemahaman mereka yang sempit dengan pemahaman terbuka yang kita anut di Indonesia. Memang bukan perkara mudah, tapi bagaimanapun, terorisme tak bisa dibiarkan. Apalagi bila hal itu telah menyeret agama tertentu di dalamnya.
Sempitnya pemahaman teroris dalam beragama, bisa diselesaikan bila sel-sel penyebarnya dimusnahkan. Penyebar (ideolog) pemahaman keagamaan yang sempit mesti menjadi sasaran utama dari proses kontra-ideologi tersebut. Bukannya pelaku-pelaku kecil yang baru saja tertular. Lebih dari itu, sang ideolog mesti diajak berdialog untuk menemukan benang merah (kalimatun sawa') antara ideologi yang mereka anut dengan ideologi bangsa ini.
Bila perlu, sediakan tempat khusus bagi pelaku terorisme. Tempat khusus di sini bukan seperti penjara umumnya. Tapi lebih seperti tempat rehabilitasi. Di tempat ini kemudian proses kontra-ideologi divitalkan. Dengan diberlakukannya konsep rehabilitasi ideologi, diharapkan pemahaman-pemahaman sempit yang bersarang di otak mereka bisa menghilang sedikit demi sedikit. Sekarang, tinggal bagaimana pilihan pemerintah. Apakah tetap memberantas terorisme hanya dengan proses offensif saja melalui Densus 88, atau lebih menvitalkan proses rehabilitasi ideologi sebagaimana dipaparkan di atas. Dan yang terpenting, pelaku terorisme yang ditangkap hidup-hidup oleh Densus 88 bisa jera saat mereka selesai menjalani hukumannya. Membuat mereka jera hanya bisa dilakukan dengan mengganti ideologi yang selama ini mereka anut. Dan mengganti ideologi tak bisa dilakukan dengan cara kekerasan, melainkan dengan dialog.
Menimbang Remisi Bagi Teroris
Remisi adalah kebijakan pengurangan masa hukuman yang diberikan oleh pemerintah. Biasanya, remisi diberikan pada saat hari-hari besar seperti lebaran dan peringatan kemerdekaan. Secara yuridis, semua tahanan negara berhak mendapat remisi. Namun baru-baru ini, ada wacana yang menguat bila remisi bagi terpidana kasus terorisme ditiadakan. Wacana ini tentunya tak lahir dari ruang kosong, melainkan sudah melalui beberapa pertimbangan dan kajian yang mendalam. Permberian remisi bagi pelaku terorisme dianggap tak efektif untuk membuat jera. Karena dalam kenyataannya, pemberian remisi bukannya justru membuat mereka sadar, namun malah semakin menjadi-jadi ketika mereka keluar.
Uraian ini tak ingin menyentuh aspek yuridis pemberian remisi yang telah dijamin undang-undang, namun mencoba untuk menimbang efektifitas pemberian remisi bagi terpidana terorisme. Dari sekian banyak kasus yang terjadi, teroris yang bebas gara-gara dapat remisi semakin menjadi-jadi ketika sudah keluar. Ini terjadi bukan hanya pada satu orang, melainkan hampir semuanya demikian. Bila demikian kenyataannya, sudah selayaknya pemberian remisi terhadap pelaku terorisme dipertimbangkan. Bila perlu, wacana penghapusan remisi terhadap pelaku terorisme segera ditindaklanjuti. Pengahapusan remisi bagi pelaku terorisme sama sekali tak bertentangan dengan HAM, karena penghapusan ini bertujuan untuk melindungi kepentingan yang lebih besar: keamanan negara.

1 komentar:

  1. Caesars Palace Casino Review: Get $100 Bonus
    For 부산광역 출장샵 one 통영 출장마사지 of the most exclusive 안성 출장안마 Las Vegas-style resorts on the Strip, Caesars Palace is an exciting casino. There's not much to be had with the Casino type: Land-basedCasino 구미 출장마사지 type: Land-basedCasino type: Land-basedCasino size: 영주 출장마사지 5/5 Rating: 3.8 · ‎Review by DRMCD

    BalasHapus