Senin, 01 Agustus 2011

Transformasi Nilai-nilai Kepesantrenan dalam Kehidupan


Dalam sejarah perjuangan bangsa, pesantren adalah salah satu pemasok kekuatan gerilyawan yang melakukan perlawanan pada tirani penjajahan. Di pesantrenlah, strategi perang diatur dan disosialisasikan. Pesantren pulalah yang menjadi tempat berlindung disaat para pejuang dikejar-kejar oleh penjajah. Pada masa itu pesantren bukan hanya lembaga pendidikan, melainkan juga berfungsi sebagai camp training pasukan yang akan diturunkan ke medan laga. Dengan keunikannya, pesantren mampu berbicara banyak baik pada masa perjuangan maupun pada masa kemerdekaan.
Dilihat dari fungsi awalnya, pesantren adalah tempat dimana orang-orang (baca: santri) mencari ilmu agama. Namun pada perkembangan selanjutnya, pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu agama saja, melainkan juga mulai memperkenalkan ilmu-ilmu umum. Pesantren yang masih eksis dengan sistem klasiknya, biasa diistilahkan dengan pondok pesantren salaf, sedangkan pesantren yang mengkombinasikan antara ilmu agama dan ilmu umum, biasa diistilahkan dengan pondok pesantren kholaf.
Namun demikian, entah yang salaf maupun yang kholaf sama-sama menawarkan nilai-nilai yang tidak pernah didapatkan di dunia luar. Nilai-nilai yang punya daya tawar dan karakter khas ini semakin membuatnya kokoh ditengah menjamurnya lembaga pendidikan yang super modern dan canggih. Bahkan dengan nilai-nilai yang ditawarkan itulah, pesantren disebut-sebut sebagai benteng terakhir umat Islam ditengah keterpurukan moral yang melanda bangsa ini.
Dengan tidak bermaksud menggembar-gemborkan pesantren, ataupun melupakan lembaga yang lain, saya tetap optimis bila pesantren tetap akan menjadi benteng kokoh yang siap melindungi pemuda bangsa dari keterpurukan moral, spritual maupun mental. Dengan catatan, pesantren yang ada tetap mempertahankan nilai-nilai yang menjadi karakternya. Karena hanya dengan nilai-nilai itulah, pesantren bisa mengemban amanat sebagai lembaga pendidikan yang tak hanya berkutat pada tatanan teorotis, melainkan juga pada tatanan praktis. Karena sistem pendidikan yang bagus adalah sistem yang menyeimbangkan antara teori dan praktek, menyeimbangkan peranan santri sebagai murid, dan peranan Kiai sebagai guru.
Revitalisasi Nilai-nilai Kepesantrenan dalam Kehidupan
Banyak santri yang ketika sudah keluar dari pesantren melupakan nilai-nilai yang sebelumnya ia pelajari. Nilai-nilai itu luntur dihapus nilai-nilai baru. Namun tidak sedikit pula santri yang tetap mempertahankan nilai-nilai kepesantrenanya dimanapun ia berada. Bahkan nilai-nilai tersebut dijadikan spirit perjuangan membentuk diri yang lebih mandiri, dan mewujudkan pribadi yang tidak hanya saleh secara individual melainkan juga sosial. Saleh secara individual maupun sosial adalah tujuan utama dari semua manusia, dan tujuan itu bisa diraih, salah satunya dengan merevitalisasi nilai-nilai kepesantrenan dalam kehidupan sehari-hari. Atau bahkan revitalisasi nilai-nilai kepesantrenan tersebut bisa menjadi solusi ditengah keterpurukan bangsa.
Banyak sekali nilai-nilai kepesantrenan yang bisa menjadi spirit perjuangan. Diantaranya nilai kesederhanaan yang selama ini diajarkan dan melekat dalam kehidupan pesantren. Bila nilai ini mampu direvitalisasikan dalam segala aspek kehidupan, maka dengan sendirinya sikap kepekaan sosial akan timbul. Coba kita bayangkan, jika gaya hidup pesantren yang sedemikian sederhana mampu dibawa kemanapun kita berada, maka ketimpangan sosial tidak akan terjadi. Kesederhanaan akan menjadi jalan keluar bangsa ini dari ketimpangan sosial, apabila ia dipraktekkan dan dijadikan spirit oleh para pemimpin bangsa dan para wakil rakyat di atas sana. Jadi bukan kemewahan yang ditonjolkan, melainkan mengalah untuk sederhana.
Diantara nilai-nilai yang perlu direvitalisasi adalah nilai kebersamaan dan menghargai sesama. Pesantren adalah lembaga yang mengajarkan kedewasaan dalam perbedaan. Pluralitas adalah hal biasa di pesantren. Ditengah pluralitas pemikiran, suku, warna kulit, dan kepentingan, santri diajarkan bagaimana menghadapi semua itu dengan penuh kedewasaan. Nilai kebersamaan inilah yang menjadi poin utama mengapa pesantren masih bisa eksis. Karena antara satu penghuni pesantren dengan penghuni lainnya, baik itu santri maupun kiainya, sama-sama saling menghormati tanpa ada kecurigaan. Tak ada pergesekan kepentingan, karena mereka sama-sama mempunyai satu kepentingan, yaitu menjadi pribadi yang saleh secara individual dan sosial.
Jika nilai kebersamaan dan saling menghargai ini mampu direvitalisasikan dan ditransformasikan dalam kehidupan para pemimpin bangsa, maka dengan sendirinya problem bangsa yang semakin kompleks akan terselesaikan. Tak ada lagi saling mencurigai, tak ada lagi intimidasi dan sentimen berlebihan. Jika para pemimpin bangsa bisa berjalan beriringan tanpa ada kecurigaan, maka setiap kebijakan yang diambil akan dimaknai sebagai langkah pemecahan, bukan manuver politik. Begitu indahnya bila bangsa ini bisa menjadi seperti pesantren, yang pemimpinnya mengabdi betul demi kepentingan santrinya, sedangkan santrinya tunduk dan mengikuti apapun peraturan yang telah dirumuskan pemimpinnya, dan sesama santri berjalan beriringan tanpa ada kecurigaan untuk saling menyingkirkan, apalagi untuk menyakiti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar